Ichiri
Aku adalah anak kedua dari dua bersaudara. Bisa dibilang kami memiliki keluarga kecil. Hanya ada aku, Ayah. Ibu, dan Kakakku. Aku masih duduk dikelas dua SMA. Sedangkan kakakku seorang tentara. Jarang sekali kita bertemu. Hanya hari libur ketika kakakku mengambil cuti saja kami bisa saling tegur sapa secara langsung.
Tepatnya hari ini aku sedang menikmati hari liburku dan kakakku menikmati masa cutinya. Itu tandanya musibah akan datang menghampiriku. Malam ini keluarga kecilku lengkap. Kita berkumpul dan berbincang-bincang satu sama lain. Kebanyakan orang pasti menginginkan momen ini karena anggota keluarga semuanya hadir untuk sekedar memberikan kehangatan. Malahan yang terjadi justru terlalu hangat sehingga memanas. Konflik terjadi ketika ibu dan kakaku mulai mempertanyakan hal yang sama.
“Kamu mau dilanjutin kemana sesudah lulus SMA?” (kakak dan mama menanyakan hal yang sama padaku)
“Entahlah.” Jawabku seadanya
“Mau sukses gimana kamu! Mikirin masa depan aja gak jelas. Hidup kamu gak jelas! Hidup bisanya semaunya aja! (Ujar kakakku yang emosi mendengar jawaban seadanya dariku)
“Yaudah. Gimana kamu aja. Ayah gak akan maksa kamu harus jadi apa. Ayah iya iya aja gimana kamu.” (ayah dengan jawabannya memotong konflik kami bertiga)
Mungkin bagi orang lain itu adalah hal yang wajar. Tapi bagiku itu merupakan pertanyaan yang menyebalkan. Konflik terjadi ketika kakakku mulai tampak emosi karena jawaban seadanya dariku. Mendengar perkataan kakakku malahan aku hanya tertawa. Lalu setelah itu, Ayah mulai memotong konflik yang sedang terjadi. Spontan aku tertawa sangat puas mendengar apa kata ayah. Memang hanya ayah yang selalu berkata iya atas keputusanku. Entah karena dia memang memahamiku. Entah dia sudah muak melihat cara pemikiranku. Ya biarkan itu menjadi rahasia saja.
Aku selalu dibandingkan dengan kakakku. Bukan hanya ibuku. Malahan tetangga pun ikut-ikutan membandingkanku. Mungkin karena aku jarang tersenyum pada tetangga-tetangga itu. Mungkin aku terlalu asik dengan duniaku sendiri. Persepsi mereka ada alasannya, karena yang sering menebar senyuman dan menegur sapa pada mereka adalah kakakku. Entahlah hatinya itu terbuat apa. Akupun tak peduli jika masalahnya terletak pada diriku.
Dia selalu mendorongku untuk menjadi wanita sukses dan mempunyai masa depan yang cerah. Namun hal itu lah yang membuat ragu pada perkembangan hubungan kita berdua. Aku mulai merasa diatur. Hidup tak sebebas seperti yang aku inginkan. Benar saja keraguan itu terbukti saat dia mengatakan “Yaudah mulai sekarang terserah kamu. Buat apa kamu nurutin apa maunya kaka kalau sebenernya disaat kaka nyuruh kamu menggapai masa depan kamu, kamu gak pernah denger. Padahal itu buat kepentingan kamu.” Ya! Aku mulai muak sekarang! Mendengar celotehan dan mengikuti cerita yang dia rangkai mulai membuatku sangat muak! Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bebas kembali. Tak pernah memberi kabar pada dia. Meskipun tak dapat dipungkiri aku menyayangi dia.
Setelah kejadian itu aku mulai berusaha melupakan kenangan bersama dia. Tiba-tiba kabar itu pun datang seolah meruntuhkan perasaan yang benar-benar aku jaga untuknya. Dia sudah mempunyai wanita lain. Sontak aku meragukan kabar tersebut. Wanita itu tinggi, putih, cantik, kaya, dan seorang Polwan. Brengsek memang. Kabar yang sangat indah untuknya. Kabar yang membuatku justru muak padanya. Jika dibandingkan denganku tentu sangat jauh sekali. Aku hanya seorang pelajar kelas dua SMA dengan paras pas-pasan dan yang pastinya tau kan uang saku yang masih duduk dibangku SMA jelas berbeda jauh jika dibandingkan dengan uang saku Polwan. Belum selesai dengan kenyataan yang sedang aku alami. Tiba-tiba ibu berkata “beruntung ya dia dapat cewek yang masa depannya cerah ibu seneng dengernya”. Betapa miris hidupku. Kata-kata pujian yang harusnya ku sambut dengan persepsi yang sama malah membawa duka. Ya! Memang seperti itu yang aku rasa. Saat itulah aku terkubur dalam luka. Aku terbalut dalam duka. Namun karena semua itu, justru aku bangkit untuk membuktikan bahwa aku bisa menjadi orang yang berguna, hidup sewajarnya, dan menjadi orang sukses.
Aku mulai berbicara masa depan pada kakakku. Lalu dia hanya menanggapinya dengan tertawa lepas. Dengan wajah herannya pasti dia berpikir “kesambet bidadari darimana ini anak?”. Aku tak peduli dengan tanggapannya. Malahan aku terlalu asik untuk memulai rancangan masa depanku. Aku menyibukan pikiranku pada masa depan untuk melupakan luka dari masa lalu. Aku merubah pedoman dalam hidupku.
“Masa depan yang sukses akan mendatangkan cinta yang berkualitas”
Aku ingin meraih hal yang lebih dibanding kakakku yang mendapatkan polwan itu. Aku ingin menjadi tokoh utama dalam yang ending ceritanya indah. Aku ingin menjadi alasan perbincangan lalu memberi kehangatan pada keluargaku dan mulai saat inilah aku memulai hidup baruku. Mengejar masa depan yang Indah. Aku harap keindahan itu dapat aku raih. Terima kasih kalian yang sudah menjadi alasanku untuk berubah.
Sella Monika
Tepatnya hari ini aku sedang menikmati hari liburku dan kakakku menikmati masa cutinya. Itu tandanya musibah akan datang menghampiriku. Malam ini keluarga kecilku lengkap. Kita berkumpul dan berbincang-bincang satu sama lain. Kebanyakan orang pasti menginginkan momen ini karena anggota keluarga semuanya hadir untuk sekedar memberikan kehangatan. Malahan yang terjadi justru terlalu hangat sehingga memanas. Konflik terjadi ketika ibu dan kakaku mulai mempertanyakan hal yang sama.
“Kamu mau dilanjutin kemana sesudah lulus SMA?” (kakak dan mama menanyakan hal yang sama padaku)
“Entahlah.” Jawabku seadanya
“Mau sukses gimana kamu! Mikirin masa depan aja gak jelas. Hidup kamu gak jelas! Hidup bisanya semaunya aja! (Ujar kakakku yang emosi mendengar jawaban seadanya dariku)
“Yaudah. Gimana kamu aja. Ayah gak akan maksa kamu harus jadi apa. Ayah iya iya aja gimana kamu.” (ayah dengan jawabannya memotong konflik kami bertiga)
Mungkin bagi orang lain itu adalah hal yang wajar. Tapi bagiku itu merupakan pertanyaan yang menyebalkan. Konflik terjadi ketika kakakku mulai tampak emosi karena jawaban seadanya dariku. Mendengar perkataan kakakku malahan aku hanya tertawa. Lalu setelah itu, Ayah mulai memotong konflik yang sedang terjadi. Spontan aku tertawa sangat puas mendengar apa kata ayah. Memang hanya ayah yang selalu berkata iya atas keputusanku. Entah karena dia memang memahamiku. Entah dia sudah muak melihat cara pemikiranku. Ya biarkan itu menjadi rahasia saja.
***
Seminggu ini aku menjadi tema perbincangan dirumah. Aku selalu menjadi alasan kalau suasana dirumah menjadi panas karena kejadian yang kemarin. Bisa dibilang aku menjadi tokoh utama dalam cerita berjudul anak brengsek. Tak masalah bagiku. Biarkanlah mereka memanas dengan ketidakpuasan mereka. Sementara aku hanya duduk manis tak acuh menanggapinya dan tersenyum melihat kekonyolan mereka yang selalu membicarakan masa depan. Memang aku ini egois. Tak bisa diatur. Tak suka dengan kata masa depan. Perkataan orang lain pun malas aku menanggapinya. Tapi itulah aku dengan semua kebebasanku.Aku selalu dibandingkan dengan kakakku. Bukan hanya ibuku. Malahan tetangga pun ikut-ikutan membandingkanku. Mungkin karena aku jarang tersenyum pada tetangga-tetangga itu. Mungkin aku terlalu asik dengan duniaku sendiri. Persepsi mereka ada alasannya, karena yang sering menebar senyuman dan menegur sapa pada mereka adalah kakakku. Entahlah hatinya itu terbuat apa. Akupun tak peduli jika masalahnya terletak pada diriku.
***
Keadaan pun mulai berubah. Aku mulai menemukan pria idaman yang diinginkan. Dia adalah teman kakakku. Seorang tentara yang mempunyai badan tinggi, berparas tampan, ramah, sopan, dan berwibawa. Awalnya aku hanya mengaguminya. Jujur saja aku selalu menutup hati untuk mencintai seseorang. Nyatanya sekarang aku mulai membuka hati. Anehnya aku tidak terlalu memperdulikan perasaanku yang kebanyakan orang menyebutnya cinta. Sedikit demi sedikit dia mulai merubahku. Pola pikirku tentang pedoman masa depan yang konyol pun hilang karena dia. Aku hanya mendengar ucapannya. Aku iuti apa yang dia perintahkan dan dia inginkan. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik untuknya. Meskipun tak sejalan dengan prinsipku.Dia selalu mendorongku untuk menjadi wanita sukses dan mempunyai masa depan yang cerah. Namun hal itu lah yang membuat ragu pada perkembangan hubungan kita berdua. Aku mulai merasa diatur. Hidup tak sebebas seperti yang aku inginkan. Benar saja keraguan itu terbukti saat dia mengatakan “Yaudah mulai sekarang terserah kamu. Buat apa kamu nurutin apa maunya kaka kalau sebenernya disaat kaka nyuruh kamu menggapai masa depan kamu, kamu gak pernah denger. Padahal itu buat kepentingan kamu.” Ya! Aku mulai muak sekarang! Mendengar celotehan dan mengikuti cerita yang dia rangkai mulai membuatku sangat muak! Hingga akhirnya aku memutuskan untuk bebas kembali. Tak pernah memberi kabar pada dia. Meskipun tak dapat dipungkiri aku menyayangi dia.
Setelah kejadian itu aku mulai berusaha melupakan kenangan bersama dia. Tiba-tiba kabar itu pun datang seolah meruntuhkan perasaan yang benar-benar aku jaga untuknya. Dia sudah mempunyai wanita lain. Sontak aku meragukan kabar tersebut. Wanita itu tinggi, putih, cantik, kaya, dan seorang Polwan. Brengsek memang. Kabar yang sangat indah untuknya. Kabar yang membuatku justru muak padanya. Jika dibandingkan denganku tentu sangat jauh sekali. Aku hanya seorang pelajar kelas dua SMA dengan paras pas-pasan dan yang pastinya tau kan uang saku yang masih duduk dibangku SMA jelas berbeda jauh jika dibandingkan dengan uang saku Polwan. Belum selesai dengan kenyataan yang sedang aku alami. Tiba-tiba ibu berkata “beruntung ya dia dapat cewek yang masa depannya cerah ibu seneng dengernya”. Betapa miris hidupku. Kata-kata pujian yang harusnya ku sambut dengan persepsi yang sama malah membawa duka. Ya! Memang seperti itu yang aku rasa. Saat itulah aku terkubur dalam luka. Aku terbalut dalam duka. Namun karena semua itu, justru aku bangkit untuk membuktikan bahwa aku bisa menjadi orang yang berguna, hidup sewajarnya, dan menjadi orang sukses.
Aku mulai berbicara masa depan pada kakakku. Lalu dia hanya menanggapinya dengan tertawa lepas. Dengan wajah herannya pasti dia berpikir “kesambet bidadari darimana ini anak?”. Aku tak peduli dengan tanggapannya. Malahan aku terlalu asik untuk memulai rancangan masa depanku. Aku menyibukan pikiranku pada masa depan untuk melupakan luka dari masa lalu. Aku merubah pedoman dalam hidupku.
“Masa depan yang sukses akan mendatangkan cinta yang berkualitas”
Aku ingin meraih hal yang lebih dibanding kakakku yang mendapatkan polwan itu. Aku ingin menjadi tokoh utama dalam yang ending ceritanya indah. Aku ingin menjadi alasan perbincangan lalu memberi kehangatan pada keluargaku dan mulai saat inilah aku memulai hidup baruku. Mengejar masa depan yang Indah. Aku harap keindahan itu dapat aku raih. Terima kasih kalian yang sudah menjadi alasanku untuk berubah.
Sella Monika
0 komentar: