Ayah Sosok yang Aku Kagumi
Yulianti Komalasari
Adzan subuh membangunkanku dari tidurku. Suara ayam berkokok
dinginnya angin pagi harus memaksaku membuka mata untuk melihat dunia. Aku
mencuci muka untuk mengusir rasa kantukku, dan mengambil air wudhu untuk
menunaikan sholat shubuh. Tak hanya disitu, masih banyak aktivitas yang harus
aku lakukan dari mulai menyiapkan keperluanku dan adik-adikku sampai menyiapkan
sarapan untuk adik-adikku dan ayah. Aku anak sulung dari tiga bersaudara. Ibu
telah lama meninggalkan kami. Waktu itu saat usia adik keduaku berumur 5 tahun,
ibu menghembuskan nafas terakhirnya. Kami hanya hidup berempat, dengan kondisi
ayah yang sudah tua harus mencari nafkah untuk ketiga anaknya. Badan tuanya
harus berjuang melawan teriknya matahari. Mata yang terpancar penuh harapan
kepada anaknya agar anaknya menjadi seorang yang sukses.
Kini aku telah berusia 15 tahun dan aku kini telah duduk di
kelas X SMA. Bersyukur aku masih bisa sekolah, dan adik keduaku berusia 10
tahun yang duduk di kelas 4 SD, dan adik ketiga ku berusia 5 tahun. Kadang aku
berpikir dari mana ayah membiayai aku dan adik-adikku bersekolah, karena upah
yang ayah terima dari hasil buruh tani hanya cukup untuk sesuap nasi dan
beberapa lauk pauk ,ayah dengan segala cara untuk membuat aku dan adik-adikku
tetap sekolah. Aku membantu ekonomi keluargaku dengan cara menjual dagangan
tetanggaku dengan cara bagi hasil itupun
kalau dagangannya laku. Itu aku lakukan untuk memenuhi keperluan sekolahku dan
adik-adikku. Aku masih ingat saat itu adik-adikku meminta pensil warna yang
baru karena teman-temannya telah memiliki pensil warna itu. Aku harus memutar
balikan otakku berpikir bagaimana
caranya untuk membeli pensil warna untuk adik-adikku , karena waktu itu aku dan
ayah sama sekali tidak memiliki uang. Aku juga selalu menangis ketika aku
mengingat kejadian ketik suatu hari ketika aku berjalan menuju sekolah sembari
membawa daganganku. Tapi tiba-tiba saja ada mobil yang menabrakku sehingga
semua daganganku tumpah semua dan penuh dengan tanah. Dan aku tidak bisa lagi
mengambilnya karna semuanya kotor. Tapi untunglah saja waktu itu aku tidak
apa-apa. Itulah kondisi ekonomi kami. Jauh dari kata kaya, kadang kami diberi
bantuan dai tetangga yang mungkin kasihan atau sekedar iba pada kami.
Diselang waktu kosong aku selalu membaca buku
motivasi-motivasi. Itu adalah kekuatanku untuk menghadapi betapa sulitnya dunia
ini, itulah caraku agar aku bisa tetap tegar. Itulah alasan aku melawan rasa
malu dan minder. Karena hampir semua buku-buku yang aku baca, oarang yang
sukses pasti pernah mengalami apa itu susah. Tergantung apakah kita mau
berusaha atau tidak.
Tak terasa aku sudah kelas 3 SMA. Sudah aku lewati manis
pahitnya kehidupan di SMA. Hingga tibalah momen yang ditunggu-tunggu selama
ini, yaitu UJIAN NASIONAL. Aku mengerjakan soal-soalnya dengan semaksimal
mungkin, tidak tahu hasilnya bagaimana karena manusia hanya dinilai dari
usahanya oleh Allah. Tiba saatnya hari pembagian nilai ujian nasional dengan
dandanan sederhana dengan membawa dagangan tetangga aku menuju sekolah untuk
melihat hasil ujianku.
Dan ternyata Nilai hasil ujianku tertinggi disekolah. Dengan
rasa bangga aku mengambil amplop yang berisi hasil ujianku. Langsung aku pergi
menuju rumah untuk memberi kabar gembira ini kepada ayah dan adik-adikku.
Tok...tok..tok
“ Ayah alhamdulilah
nilai Ana tertinggi disekolah”, ucap Ana pada ayahnya yang sedang berdiri
didepan pintu.
Dan tiba-tiba ayah
menangis mendengar kata-kataku..
“Ayah kenapa? Kenapa ayah menangis?”, kataku heran
“Ayah tidak apa nak, ayah hanya bangga mempunyai anak seperti mu. Anak ayah
yang pintar ini mau masuk universitas mana?”, ayah bertanya padaku
“Tak perlu melanjutkan hingga ke Universitas yah, aku hanya ingin bekerja
membantu ayah mencari uang”, kataku sambil berkaca-kaca.
“Tidak boleh. Anak ayah harus tetap bersekolah dan melanjutkan pendidikanmu
ke jenjang yang lebih tinggi”, kata ayah dengan tegas
“Apa ayah mempunyai uang?”, kataku pada ayah.
“Ayah akan mencari secepat mungkin agar anak ayah bisa melanjutkan
sekolahnya”, kata ayah dengan tegas sembari tersenyum.
Aku sangat bangga memiliki ayah yang sangat kuat. Walaupun
keluarga kami miskin, ayah ingin anak-anaknya bisa bersekolah dan sukses.
“ Yaa.. Allah titiplah ayah supaya ayah tetap dilindungi-Mu ya Allah.
Amiiinnn”, aku berdoa agar ayah selalu sehat dan tetap bahagia dalam hidupnya.
Waktu itu hujan lebat. Tiba-tiba saja ada yang mengetok pintu
rumahku. Tok..tok..tok
Lalu ku bukakan pintu dan ternyata itu adalah ayah. Seluruh
tubuh ayah basah kuyup dan tampak badannya mengigil kedinginan. Kemudian ku
suruh ayah untuk masuk dan ku ambilkan handuk agar ayah dapat mengeringkan
badannya yang kini basah kuyup.
“Ayah dari mana? Kenapa
ayah basah kuyup seperti ini?”, tanyaku pada ayah
“ Ayah tadi mencari
pinjamana uang nak untuk kamu masuk ke universitas”, jawab ayah sembari
mengusap-usapkan rambutnya dengan handuk.
“Tak usah repot-repot
seperti ini ayah. Jika memang tidak ada biaya,aku tidak usah kuliah. Aku akan
membantu ayah saja”, jawabku pada ayah
“Tak bisa. Kamu harus
melanjutkan pendidikan mu. Ayah mau anak ayah menjadi orang yang sukses. Jangan
seperti ayah”, jawab ayah dengan tegas dan menatapku dengan matanya yang sayup-sayup.
“ Tapi ayah..bagaimana
kita mengembalikan uang ini?”, sembari memegang uang
“ Kamu jangan khawatir
nak. Yang penting besok kamu harus cepat-cepat daftar masuk kuliah”, kata ayah
yang kemudian langsung masuk ke kamar.
Aku bener-benar tidak bisa menahan lebih lama air mataku ini.
Dan tiba-tiba air mataku jatuh dan membasahi pipiku. Aku sangat menyangi
ayah..dia rela berkorban demi ku.
Dan kini aku telah masuk ke Universitas. Aku akan pergunakan
kesempatan ini untuk menggapai cita-citaku. Karena dengan cara inilah aku
berbakti pada ayah yang telah banyak berkorban untuk hidupku selama ini.
Kini aku sangat jarang bertemu dan bersama dengan ayah dan
adik-adikku karena aku kini telah tinggal di sebuah kos-kosan. Di kos-kosan
inilah aku menghabiskan waktuku untuk melewati masa-masa kuliahku yang tidak
jarang aku merasa sangat lapar karna uang bulanan yang diberikan ayah untukku
telah habis. Aku ingin meminta kembali pada ayah, tapi itu tidak mungkin karena
pasti ayah tidak mempunyai uang. Dan kini adik-adikku telah beranjak dewasa.
Pasti mereka juga membutuhkan biaya untuk bersekolah. Pada akhirnya aku
menjajakan daganganku kembali. Seperti saat-saat SMA.. tapi kini bukan dagangan
tetangga ku,tapi dagangan teman-temanku. Selama berkuliah aku mencari usaha yang
lain juga agar bisa membayar uang kuliah dan membayar tempat tinggalku, dan
sebagian jika aku mendapatkan penghasilan yang
lebih..aku berikan pada ayah.
Tidak terasa kini aku telah wisuda. Aku telah menyelesaikan
pendidikanku.. ayah terlihat sangat bangga padaku. Aku sangat senang karna ayah
bisa tersentum melihatku yang kini telah menjadi sarjana. Akupun sangat senang
ketika saat tiba acara berfoto, ayah memakai baju yang rapih. Betapa senang nya
aku saat itu bahkan aku tidak bisa menahan tangisanku. Bagaimana tidak, seorang
anak buruh taniyang hidpnya jauh dari kata sempurna, kini telah menjadi seorang
sarjana.
***
Aku kini telah bekerja di salah satu tempat yang berlokasi di
sebuah perkotaan. Aku ingat saat itu hujan deras dan aku tidak tahu bagaimana
aku harus pulang. Dengan sigap ayah menjemputku dan membawakan jas hujan
untukku. Saat ini aku bekerja dana mendapatkan gaji yang mampu menyekolahkan
adik-adikku dengan hasil keringatku sendiri. Alhamdulilah kini hidupku telah
cukup mapan. Aku memperbaiki rumah ayah yang sudah tidak layak pakai menjadi
rumah yang nyaman untuk tempat tinggal ahay dan adik-adikku, kini akupun
tinggal bersama ayah tidak lagi tinggal
di kos-kosan yang sempit seperti dulu.
Kini aku sedang duduk di ruang tamu bersama ayah dan ia
tiba-tiba mengatakan sebuah nasehat padaku
“ Nak, jadilah hidupmu seperti tukang parkir!”, ayah berkata padaku sembari
memegang tanganku.
“ Memang kenapa yah?”, tanyaku heran pada ayah
“ Tukang parkir memiliki banyak mobil dan ia tidak sombong, ketika mobilnya
diambil ia tidak pernah sedih, karna ini semuanya hanyalah titipan”, kata ayah
padaku
“Apa maksudnya ayah? Aku tidak mengerti”, jawabku yang masih heran pada
perkataan ayah
“Nak, janganlah menjadi orang yang sombong dengan semua yang kamu miliki saat
ini, karena ini semua hanyalah tititpan. Itu pesan ayah untukmu nak”, kata ayah
padaku
“ iya ayah. Aku akan selalu mengingat pesan ayah ini”, jawabku pada ayah.
Dan tiba-tiba air mataku pun terjatuh.
Aku selalu mengingat pesan ayah. Dan aku selalu menerapkannya
dalam hidupku karna aku sangat menyayangi ayah yang selalu berkorban untuk
anak-akannya. kini aku telah mampu memebeli rumah yang terbilang mewah, tapi
ayah tidak mau tinggal bersamaku. Ayah memilih tinggal dirumah yang dulu. Aku
selalu membujuk ayah agar dia mau tinggal bersamaku..tapi ayah bersikeras
menolak untuk tinggal bersamaku
“ Ayah ingin tetap tinggal disini nak, rumah ini adalah sejarah, rumah ini
adalah saksi dimana kita melewati pahit manisnya hidup”, kata ayah dengan penuh
makna
“Baiklah ayah. Kalo ayah senang,aku pun ikut senang”, kataku pada ayah
***
Saat ini aku telah memiliki seorang pria yang akan ku kenalkan
pada ayah. Saat ku perkenalkan laki-laki pilihanku ini, ternyata ayah
menyetujuinya. Ayah menyetujui hubungan kami dan waktu terus berjalan hingga
kami melaksanakan pernikahan. Kini aku telah resmi menjadi istri seorang
laki-laki bernama Ozi. Saat acara pernikahan berlangsung, ayah berkata padaku.
“ Kini tugas ayah sudah selesai, kini ada yang menjagamu. Hormati suami mu
nak. Hormati dia sama seperti kamu menghormati ayah. Kini ayah memberikan tugas
ayah pada suamimu untuk menjaga dan menafkahimu”, kata ayah yang kemudian
memeluk dan menangis.
“ Terima kasih untuk semuannya ayah. Ayah telah menjagaku hingga aku besar
seperti ini. Aku akan selalu ingat pesan ayah ini”, jawabku pada ayah dan aku
pun ikut menangis.
***
Kini aku tinggal dirumah yang waktu itu aku beli. Aku tinggal
bersama sumiku dan ayah serta adi-adikku tinggal bersama di rumah kami yang
dulu. Adik-adikku kini telah melanjutkan pendidikannya. Adikku yang kedua sudah
lulus sarjana di salah satu Universitas dan adik bungsuku sedang menempuh
pendidikan SMA nya.
Saat aku sedang bekerja di kantorku, tiba-tiba saja teleponku
berdering. Kulihat ternyata adikku lah yang menelepon.
“Haloo...ini kak Ana?”,
suara adekku terdengar sangat panik
“Iya ini ka Ana.. ada apa dek? Kenapa kamu panik?”, tanyaku yang ikut panik
“Ayah ka....ayah”, sambil terbata-bata
“Ayah kenapa dek?”,
kataku pensaran
“Lebih baik kaka datang
kesini. Sekarang juga”, kata adi dengan panik
Setelah menerima telepon dari adikku, aku segera pergi kerumah ayah. Saat
aku diperjalanan aku sangat khawatir pada keadaan ayah. Setelah aku sampai
dirumah ayah, aku meliah ayah terbaring dikamarnya tak berdaya.
“Ayah...ayah bangun. Ini
Ana ada disamping ayah”,aku terus memegangi tangan ayah sembari menangis.
“ Ana, ayah ti..tip
adi..adikmu. Jaga mereka baik-baik ya nak. Kini ayah telah tua dan kini saatnya
ayah pergi”, kata ayah tebata-bata dan ayah pun pergi menghembuskan nafasnya
yang terakhir.
Ayah telah meninggalkan kami semua. Aku sangat sedih dan tidak bisa
berhenti menangis. Tapi aku sudah mengikhlaskan ayah. Ayah memang sudah tua,
waktunya ayah beristirahat dari segala kehidupannya. Ayah telah banyak berjasa bagi
anak-anaknya. Aku akan mengingat semua pesan ayah untukku. Ayah adalah sosok
yang sangat bai,berjasa,dan ia adalah sosok ayah sekaligus ibu buat kami.
“Terima
kasih ayah, untuk semuanya..untuk didikanmu dan untuk nasehat-nasehatmu kan
kuingat selalu. Akan ku jaga adik-adikku sebagaimana amanat mu ayah. Hidup
adalah perjuangan dan dari perjuangan perlu pengorbanan dan dari pengorbanan
lahirlah KENIKMATAN”
0 komentar: