Sinopsis Cantik itu luka
Novel ini berlatar sejarah, mengangkat sisi kehidupan lain di tengah penjajahan belanda, pendudukan jepang, agresi militer, masa komunis tahun 1965, dan masa setelahnya. Saya merasakan sisi feminitas yang diangkat penulisnya (Ini juga salah satu yang membuat saya salut, penulis pria yang tokoh novelnya seorang wanita) yang ingin memperlihatkan bahwa perempuan selalu menjadi korban dalam setiap zaman, bahkan dari mulai zaman perang. Novel ini juga sebagai suatu kritik bahwa di zaman modern ini, hak-hak perempuan seringkali terabaikan.
Novel ini bercerita tentang seorang gadis Indo-Belanda bernama Dewi Ayu, seorang anak yang cerdas dan berparas sangat cantik seperti kebanyakan anak berdarah campuran. Kehidupan Dewi Ayu berlatar di sebuah tempat bernama Halimunda, di mana saat Halimunda dikuasai tentara Jepang, Dewi Ayu dipaksa menjadi pelacur karena kecantikannya dan itu terus berlanjut bahkan hingga akhir hayatnya.
Dewi Ayu dikaruniai 3 anak perempuan yang tidak diketahui siapa bapaknya, seluruh putrinya mewarisi kecantikan ibunya. Kecantikan Dewi Ayu dan anak-anaknya justru membawa berbagai tragedi dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu, saat kehamilan keempat, Dewi Ayu berharap anak bungsunya terlahir buruk rupa agar tidak mengalami tragedi seperti yang dialaminya dan kakak-kakaknya. Tuhan rupanya mengabulkan doa tersebut, anak bungsunya yang terlahir buruk rupa diberi nama Cantik. Walaupun terlahir buruk rupa, Cantik tetap tidak bisa terbebas dari tragedi seperti yang dialami ibu dan ketiga kakaknya. Karena berbagai tragedi yang mereka alami, maka bagi mereka kecantikan adalah luka dalam kehidupan mereka.
Cerita dalam novel ini juga dibumbui mistis yaitu kebangkitan Dewi Ayu setelah 25 tahun dikubur yang terkesan sangat ajaib. Juga beberapa kisah tokoh lain seperti Sang Shodanko atau Kamerad Kliwon yang memberi warna lain di keseluruhan novel ini. Penulis mencoba menyajikan novelnya dalam bentuk lain. Alur maju-mundur yang disajikan terasa sangat kuat dan menjadi kelebihan tersendiri dari novel ini. Pembaca diajak berjalan ke masa lalu dan berimajinasi dalam alur yang, hmm…sangat cantik menurut saya. Pada akhir cerita, penulis berhasil membuat saya setuju bahwa Cantik itu Luka.
Novel ini seakan menjadi kritik pada patokan cantik di Indonesia yaitu tinggi, putih, langsing seperti artis-artis kebanyakan. Apalagi dengan gempuran budaya Korea yang sangat gencar saat ini dimana banyak perempuan Indonesia semakin tergila-gila pada kecantikan. Meski hampir semua artis Korea melakukan operasi plastik untuk kelihatan rupawan. Dampak lain dari persepsi cantik tersebut adalah banyaknya kosmetik yang menjanjikan kulit putih mulus sekejap. Tanpa disadari kosmetik tersebut kebanyakan mengandung bahan berbahaya yang dapat membahayakan dalam penggunaan jangka panjang. Produk pelangsing, produk peninggi badan, produk pemutih, semakin meracuni perempuan yang tergila-gila dengan paras rupawan. Padahal di satu sisi kecantikan dapat menghadirkan luka seperti yang dialami tokoh dalam novel ini.
0 komentar: