Sebuah Harapan dan Permainan
Rabu pagi, aku pergi untuk bertugas di sekolah karena memang tugasku itu adalah tugas yang menyangkut kemanusiaan. Pagi itu aku piket PMR. Aku bertugas ketika kakak kelas sedang melaksanakan Ujian Nasional. Tiba-tiba dering telepon genggam itu membangunkanku dari khayalan. Ketika aku membuka sebuah pesan tersebut, ternyata pesan itu dari seseorang yang sejak dulu aku kagumi dan sampai saat ini aku masih mencintainya.
Aku begitu terkejut ketika dia berpindah sekolah dan dia sama sekali tidak memberitahuku. Mungkin memang karena dia terburu-buru untuk berpindah sekolah ke Kalimantan. Ah sudahlah!
“Siapa dia?
”Dia begitu cantik apa mungkin dia itu pacarnya?” Aku bertanya-tanya dalam hati.
Ya sudahlah, mungkin itu teman dekatnya. Pikirku begitu. Tak lama kemudian, dia memperkenalkan perempuan itu.
“Cewek gue, cantikkan?” (aku hanya tersenyum ketika dia memperkenalkan perempuan itu)
Dugaanku ternyata benar. Dia adalah pacarnya. Perasaanku tidak karuan. Saat itu pun, harapanku rasanya sudah tidak ada gunanya lagi dan sampai kapan akan berakhir. Akupun mulai ragu dengan itu. Astagfirulloh…kenapa pada akhirnya aku harus pergi bersama mereka. Seakan-akan sebuah harapan ini akan membuahkan hasil. Tapi nyatanya? Ah sudahlah!
Ketika aku bertemu dengan sosok pria tampan ini, dia benar-benar berada di hadapanku. Melihatnya pun aku tidak percaya. Apakah ini sebuah mimpi atau khayalanku saja. Ini sungguh nyata. Dia benar-benar dihadapanku sekarang. Rasa rindu ini terobati ketika mendengar suaranya dan terdengar kalimat yang tak berubah dari dia “lu kapan putih?”
Sampailah kita bertiga di taman. Aku mulai akrab dengan perempuan itu. Dia sangat ramah dan juga baik kepadaku. Aku tidak punya alasan untuk membenci dia hanya karena keegoisanku yang mencintai laki-laki itu. Ditempat ini aku foto mereka berdua. Melihat keasikan mereka berdua, meluapkan kasih sayang masing-masing. Tuhan, dia itu lelaki yang aku kagumi. Terus menerus ada dipikiranku selama lima tahun lamanya dan sekarang ternyata aku melihat jelas dengan mata kepalaku sendiri dia bersama perempuan lain yang jauh lebih segalanya dibanding aku. Nyatanya memang itu yang terjadi. Aku hanya mengaguminya saja dan tak bisa memaksakan rasa. Untung saja waktu sudah menjelang sore dan matahari mulai terbenam. Waktunya kita pulang. Hari ini rasanya seperti memaksaku untuk bercermin pada kenyataan.
Tibalah di rumah dengan membawa perasaan yang campur aduk.
“Tuhan perasaan apa ini?”
”Apakah aku harus bahagia karena aku bertemu dengan lelaki itu, atau sebaliknya?”
“Apakah perasaan ini tidak akan terbalas?” Terus saja aku mengeluh meratapi ketidakpercayaan yang sudah terjadi.
Ini begitu tidak adil Tuhan. Tetapi inilah akhirnya. Aku yang terlalu egois mencintai dia tanpa aku berkaca pada kenyatan dan melihat diriku seperti apa. Aku tidaklah cantik, tidak sempurna, tidak kaya, dan tidak pintar juga. Apa yang harus dibanggakan dalam diri ini. Tuhan, aku sungguh mencintai laki-laki itu, tapi sampai kapan aku menaruh harapan kepada laki-laki yang tidak mencintaiku sama sekali. Aku memikirkan dia yang tidak mencintai aku. Aku sibuk mencari informasi-informasi tentang dia padahal dia tidak mencintaiku. Untuk mencintaiku saja mungkin dia berfikir lagi dan sampai saat ini aku masih terlalu sibuk dengan semua ini. Dan ketika dia mendekatiku, mungkin itu hanya sekedar selingan yang sebetulnya hanya teman biasa dan itu tidak lebih sedikitpun. Dan aku masih berfikir bahwa dia mencintaiku. Buka matamu bodoh! Berkacalah! Sejak saat itu pun aku mencoba melupakan dia. Aku berusaha keras, tapi masih saja aku mengingat dia.
Hari-hariku pun silih berganti. Tiba-tiba ada seseorang lelaki yang sangat mirip dengan dia. Entah kenpa ketika dia mendekati rasanya aneh dan mengingatkan aku pada perasaan yang dulu ketika aku mencintai dia. Sampai sekarang pun aku tidak melupakan dia sama sekali. Anehnya, ketika aku melihat laki-laki itu seakan-akan kamu adalah dia. Kamu pengganti dia disaat dia tidak ada dihadapanku.
Mungkin aku keterlaluan menganggap laki-laki itu adalah dia, karena nyatanya memang laki-laki itu bukanlah dia. Rasa ini sungguhlah aneh. Aku seperti mempermainkan perasaan ini. Mungkin karena aku terlalu sayang sama dia seakan-akan laki-laki itu adalah dia. Rasa ini menganggap bahwa laki-laki itu adalah dia.
Sebuah harapan yang terlalu besar. Keadaan seperti inilah yang membuat aku berhenti melupakan sebuah harapan. Mungkin ini tidak akan pernah menjadi sebuah harapan dan permainan yang indah. Aku sadar dengan semua ini.
Inilah permainan hati yang sangat tidak jelas ujungnya mencintai siapa. Dia atau laki-laki itu. Jika memang perasaan ini tidak akan berakhir dan akupun tidak tahu kedepannya bagaimana. Aku hanya berharap pada-Mu pemilik hati. Skenario-Mu akan jauh lebih indah dari harapanku. Aku menyerahkan semua perasaan dan harapan ini kepada-Mu Ya Rabb. Semoga penantian panjang ini berujung pada penantian yang indah. Jodohku kelak jauh lebih dari yang diharapkan bisa membuat aku berjalan menuju surga-nya dan laki-laki yang nantinya menggenggam tanganku itu bisa menghantarkanku menuju ke surga-Nya. Amin
Sagita Wulandari
***
Lima tahun! Ya. Lima tahun lamanya aku mengagumi dirinya. Cukup lama bukan. Bukan sekedar lama, tapi lima tahun itu rasanya menyimpan sebuah harapan yang besar dan entah kapan akan berakhir. Dia adalah salah satu sahabat ketika aku duduk dibangku SMP. Sejak pertama aku mengaguminya, justru bukan karena aku sering memandangnya setiap hari. Sekolah seperti menjadi peraduan kisah cintaku. Tapi…semuanya terlihat semu ketika waktu terasa berhenti saat mengetahui kabar dia akan pindah Sekolah karena harus ikut dengan keluarganya. Entah apa yang harus aku lakukan. Seperti mematung dalam ketidakpercayaan.Aku begitu terkejut ketika dia berpindah sekolah dan dia sama sekali tidak memberitahuku. Mungkin memang karena dia terburu-buru untuk berpindah sekolah ke Kalimantan. Ah sudahlah!
***
Aku terus membolak-balik pesan itu. Antara percaya atau tidak, ternyata isi pesannya adalah dia mengajakku ke sebuah tempat. Setelah aku bertugas, tak lama kemudian aku bergegas menemui dia di tempat yang telah kita sepakati bersama. Kaget rasanya. Ini pengalaman yang baru aku alami dan sudah lima tahun rasanya aku belum ketemu dia. Lalu, yang lebih mengagetkanku lagi ternyata dia bersama dengan seorang perempuan lain. Perempuan itu berparas cantik, anggun, berkerudung, ramah pula.“Siapa dia?
”Dia begitu cantik apa mungkin dia itu pacarnya?” Aku bertanya-tanya dalam hati.
Ya sudahlah, mungkin itu teman dekatnya. Pikirku begitu. Tak lama kemudian, dia memperkenalkan perempuan itu.
“Cewek gue, cantikkan?” (aku hanya tersenyum ketika dia memperkenalkan perempuan itu)
Dugaanku ternyata benar. Dia adalah pacarnya. Perasaanku tidak karuan. Saat itu pun, harapanku rasanya sudah tidak ada gunanya lagi dan sampai kapan akan berakhir. Akupun mulai ragu dengan itu. Astagfirulloh…kenapa pada akhirnya aku harus pergi bersama mereka. Seakan-akan sebuah harapan ini akan membuahkan hasil. Tapi nyatanya? Ah sudahlah!
Ketika aku bertemu dengan sosok pria tampan ini, dia benar-benar berada di hadapanku. Melihatnya pun aku tidak percaya. Apakah ini sebuah mimpi atau khayalanku saja. Ini sungguh nyata. Dia benar-benar dihadapanku sekarang. Rasa rindu ini terobati ketika mendengar suaranya dan terdengar kalimat yang tak berubah dari dia “lu kapan putih?”
Sampailah kita bertiga di taman. Aku mulai akrab dengan perempuan itu. Dia sangat ramah dan juga baik kepadaku. Aku tidak punya alasan untuk membenci dia hanya karena keegoisanku yang mencintai laki-laki itu. Ditempat ini aku foto mereka berdua. Melihat keasikan mereka berdua, meluapkan kasih sayang masing-masing. Tuhan, dia itu lelaki yang aku kagumi. Terus menerus ada dipikiranku selama lima tahun lamanya dan sekarang ternyata aku melihat jelas dengan mata kepalaku sendiri dia bersama perempuan lain yang jauh lebih segalanya dibanding aku. Nyatanya memang itu yang terjadi. Aku hanya mengaguminya saja dan tak bisa memaksakan rasa. Untung saja waktu sudah menjelang sore dan matahari mulai terbenam. Waktunya kita pulang. Hari ini rasanya seperti memaksaku untuk bercermin pada kenyataan.
Tibalah di rumah dengan membawa perasaan yang campur aduk.
“Tuhan perasaan apa ini?”
”Apakah aku harus bahagia karena aku bertemu dengan lelaki itu, atau sebaliknya?”
“Apakah perasaan ini tidak akan terbalas?” Terus saja aku mengeluh meratapi ketidakpercayaan yang sudah terjadi.
Ini begitu tidak adil Tuhan. Tetapi inilah akhirnya. Aku yang terlalu egois mencintai dia tanpa aku berkaca pada kenyatan dan melihat diriku seperti apa. Aku tidaklah cantik, tidak sempurna, tidak kaya, dan tidak pintar juga. Apa yang harus dibanggakan dalam diri ini. Tuhan, aku sungguh mencintai laki-laki itu, tapi sampai kapan aku menaruh harapan kepada laki-laki yang tidak mencintaiku sama sekali. Aku memikirkan dia yang tidak mencintai aku. Aku sibuk mencari informasi-informasi tentang dia padahal dia tidak mencintaiku. Untuk mencintaiku saja mungkin dia berfikir lagi dan sampai saat ini aku masih terlalu sibuk dengan semua ini. Dan ketika dia mendekatiku, mungkin itu hanya sekedar selingan yang sebetulnya hanya teman biasa dan itu tidak lebih sedikitpun. Dan aku masih berfikir bahwa dia mencintaiku. Buka matamu bodoh! Berkacalah! Sejak saat itu pun aku mencoba melupakan dia. Aku berusaha keras, tapi masih saja aku mengingat dia.
Hari-hariku pun silih berganti. Tiba-tiba ada seseorang lelaki yang sangat mirip dengan dia. Entah kenpa ketika dia mendekati rasanya aneh dan mengingatkan aku pada perasaan yang dulu ketika aku mencintai dia. Sampai sekarang pun aku tidak melupakan dia sama sekali. Anehnya, ketika aku melihat laki-laki itu seakan-akan kamu adalah dia. Kamu pengganti dia disaat dia tidak ada dihadapanku.
Mungkin aku keterlaluan menganggap laki-laki itu adalah dia, karena nyatanya memang laki-laki itu bukanlah dia. Rasa ini sungguhlah aneh. Aku seperti mempermainkan perasaan ini. Mungkin karena aku terlalu sayang sama dia seakan-akan laki-laki itu adalah dia. Rasa ini menganggap bahwa laki-laki itu adalah dia.
Sebuah harapan yang terlalu besar. Keadaan seperti inilah yang membuat aku berhenti melupakan sebuah harapan. Mungkin ini tidak akan pernah menjadi sebuah harapan dan permainan yang indah. Aku sadar dengan semua ini.
Inilah permainan hati yang sangat tidak jelas ujungnya mencintai siapa. Dia atau laki-laki itu. Jika memang perasaan ini tidak akan berakhir dan akupun tidak tahu kedepannya bagaimana. Aku hanya berharap pada-Mu pemilik hati. Skenario-Mu akan jauh lebih indah dari harapanku. Aku menyerahkan semua perasaan dan harapan ini kepada-Mu Ya Rabb. Semoga penantian panjang ini berujung pada penantian yang indah. Jodohku kelak jauh lebih dari yang diharapkan bisa membuat aku berjalan menuju surga-nya dan laki-laki yang nantinya menggenggam tanganku itu bisa menghantarkanku menuju ke surga-Nya. Amin
Sagita Wulandari
0 komentar: